BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Seiring dengan
perkembangan jaman banyak negara yang mengakui bahwa persoalan pendidikan
merupakan persoalan yang pelik. Namun semuanya merasakan bahwa pendidikan
merupakan salah satu tugas negara yang amat penting. Bangsa yang ingin maju,
membangun, dan berusaha memperbaiki keadaan masyarakat dan dunia tentu
mengatakan bahwa pendidikan merupakan kunci keberhasilan suatu bangsa.
Pengemasan pendidikan, pembelajaran, dan pengajaran sekarang ini belum optimal
seperti yang diharapkan.
Bagi para guru,
menciptkan kondisi yang paling efektif untuk menciptakan perubahan yang
diinginkan dalam tingkah laku merupakan salah satu tugas yang paling penting
tentang belajar dengan kata lain, guru memiliki tanggungan mengemas teori
belajar sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan. Sebelum kita menjawab
pertanyaan tersebut, kita harus melihat pada penjelasan-penjelasan psikologis
tentang belajar.
Dalam ilmu psikologi, teori belajar
selalu dihubungkan dengan stimulus–respons dan teori–teori tingkah laku yang
menjelaskan respons makhluk hidup dihubungkan dengan stimulus yang didapat
dalam lingkungannya. Proses yang menunjukkan hubungan yang terus menerus antara
respons yang muncul serta rangsangan yang diberikan dinamakan proses belajar (
Tan, 1981:91 dalam buku Psikologi Umum Alex Sobur).
Salah satu teori belajar yang
menghubungkan antara stimulus dan respons adalah teori conditioning yang
dikenalkan oleh Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936) seorang behavioristik
terkenal dengan teori pengkondisian asosiatif atau juga dapat disebut dengan klasikal
condisioning. Pavlov lulus sebagai sarjana kedokteran dengan bidang dasar
fisiologi. Ivan Pavlov meraih penghargaan nobel pada bidang Physiology or
Medicine tahun 1904. Karyanya mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi
psikologi behavioristik di Amerika.
Pavlov adalah seorang
ilmuan yang membaktikan dirinya
untuk penelitian. Ia memandang
ilmu pengetahuan sebagai sarana belajar tentang berbagai masalah dunia dan
masalah manusia. Peranan dari ilmuan
menurutnya antara lain membuka rahasia alam sehingga dapat memahami
hukum-hukum yang ada pada alam. Disamping itu
ilmuan juga harus mencoba memahami bagaimana manusia itu
belajar dan tidak bertanya bagaimana mestinya manusia belajar.
Penelitian pavlov tersebut memiliki dampak yang luar
biasa pada dunia pendidikan. Oleh sebab itu penulis berusaha mengkaji lebih
dalam mengenai penelitian yang dilaksanakan oleh Pavlov mengenai klasikal
conditioning atau pengkondisian respon.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimanakah
konsep dari teori classical conditioning?
2. Bagaimanakah
implementasi penelitian pavlov terhadap pembelajaran?
3. Apakah
kekurangan dari teori classical
conditioning?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui bagaimana konsep dari teori classical
conditioning
2. Untuk
mengetahui implementasi dari penelitian Pavlov terhadap pendidikan
3. Untuk
mengetahui kekurangan dari teori classical
conditioning
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Konsep
Dasar Penelitian Classical Conditioning
Pavlov mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi pipi pada seekor
anjing. Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya diluar. Apabila diperlihatkan
sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kini sebelum
makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih
dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila
perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan
hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan
keluar pula. Menurut B.R. Herghenhahn dan Matthew H. Olson (2008: 183) unsur yang
dibutuhkan untuk melahiran cassical
conditioning adalah :
1.
Unconditioned
Stimulus (US), stimulus yang tak dikondisikan yang menimbulkan respon alamiah atau
otomatis dari orgnisme
2. Unconditioned response (UR), respon
yang timbul secara alami yang disebabkan oleh unconditioned stimulus
3. Conditioned Stimulus (CS),
Stimulus netral yang menimbulkan respon alamiah
4. Conditioned Respon (CR), Respon yang dikondisikan
akibat dari unconditioned stimulus yang dipasangkan dengan conditioned stimulus
secara terus menerus
Dalam
penelitian pavlov US disajikan sebagai makanan sedangkan UR adalah respon
alamiah anjing yang mengeluarkan air liur akibat adanya stimulus. CS merupakan
bunyi bel yang nantinya menjadi stimulus yang dikondisikan. CR merupakan
tingkat intensitas air liur pada anjing ketika anjing tersebut mendapatkan
stimulus CS dan US.
Menurut Sri
Esti Wuryani Djiwandono (2006) pada pavlon menggunakan metode penelitian
seperti berikut:
Prosedur percobaan Pavlov
dapat digambarkan sebagai berikut:
Sebelum conditioning
CS (bel) tidak ada respons air liur
US (daging) (UR) mengeluarkan air liur
Selama conditioning
CS (bel) dan
+ UR(mengeluarkan air liur)
US (daging)
Sesudah
conditioning
CS (bel)
CR (mengeluarkan air liur)
Menurut
Sugihartono, dkk (2013: 96) Ternyata dalam
kehidupan sehari-hari ada situasi yang sama seperti pada percobaan tersebut.
Sebagai contoh, suara piring dari penjual bakso yang berkeliling dari rumah ke rumah. Awalnya mungkin suara itu
asing, tetapi setelah si penjual bakso sering lewat, maka suara piring
“tinbg-ting-ting” tersebut bisa merangsang air
liur apalagi pada saat keadaan
lapar.
1.
Pengkondisian
Tingkat Tinggi
Pengkondisian
tingkat tinggi meruppakan conditionet stimulus yang diubah dengan tetap
mengasosiasikan CS dan US. Setelah CS dipasangkan dengan US beberapa kali, ia
dapat dipakai seperti US. Dalam artian CS setelah dipasangkan beberapa kali
dengan US, CS akan mengembangkan penguatan sendiri dan dapat dipasangkan dengan
CS kedua untuk menghasilkan CR.
Sebagai
contoh kedipan cahaya (CS) dengan penyajian makanan (US) setelah beberapa kali
dipasangkan penyajian cahaya saja akan menyebabkan anjing mengeluarkan liur
sebagai respon yang dikondisikan (CR). Sekarang kedipan cahaya itu (CS1) sudah
dapat menimbulkan air liur dan dapat dipasangkan dengan CS kedua, misal suara
dengungan dan dikondisikan sama dengan awal. Suara dengungan disajikan (CS2)
dan kemudian disajikan cahaya, tetapi dalam pengkondisian kedua penyajian
makanan (US) sudah tidak dipakai. Setelah beberapa kali dipasangkan dengungan
suara (CS2) saja sudah menyebabkan hewan mengeluarkan air liur.
Dalam contoh
diatas CS pertama dipakai seperti US yang berfungsi menghasilkan respons yang
dikondisikan. Dan ini dinamakan pengkondisian tingkat kedua. CS pertama secondary
reinforcer (penguat sekunder) yang digunakan untuk mengkondisikan stimulus
baru, karena penguat sekunder (CS 1) tidak dapat berkembang tanpa US,
maka US dinamakan primary reinforcer (penguat primer).
2. Generalisasi
General
dalam pengkondisian klasik adalah tendensi dari stimulus baru yang sama dengan conditioned stimulus yang asli untuk menghasilkan
respons yang sama (John W.Santrock, 2008).
Rangsangan
yang sama akan menghasilkan tindak balas yang sama. Agar muncul generalisasi, kita perlu melakukan
prosedur yang mana sebagaimana di depan. Yakni kita menggunakan bunyi yang bisa
diukur fungsinya sebagai CS dan makanan sebagai US. Sesudah dipasangkan
beberapa kali, bunyi pun bisa merangsang munculnya air liur. Jadi, kita telah
mengembangkan suatu CR. (Heri Rahyubi, 2012: 29-30)
Sesudah CR
bisa dihasilkandari bunyi, kita lantas memasuki tahap penghilangan atau
pemadaman. Namun, kali ini kita akan memperdengarkan bunyi yang berbeda dari
biasanya. Bunyi ini frekuensinya bisa lebih tinggi atau rendah. Ternyata CR
paling tinggi besarannya jika bunyi yang diperdengarkan mempunyai frekuensi
yang sama dengan bunyio saat latihan. Tinggi rendah frekuensi yang
diperdengarkan, akan menghasilkan besaran CR yang berbeda, bergantung pada
kemiripan frekuensinya. Semakin dekat frekuensinya kepada frekuensi dari bunyi
pada latihan, maka CR yang dihasilkan semakin besar.
Generalisasi
dapat diilustrasikan sebagai berikut seorang anak kecil merasa sangat takut
pada anjing besar dan galak. Tentu anak tersebut akan memberi respon rasa takut
pada semua anjing, tapi melalui penguatan stimulus rasa takut menjadi menyempit
hanya pada anjing yang galak saja. Dalam kasus ini ketika anak kecil tersebut
melihat anjing berukuran tidak terlalu besar anak tersebut sedikit takut karena
persepsi dari anak tersebut anjing tidak
terlalu galak. Namun ketika melihat anjing yang berukuran besar maka anak kecil
tersebut semakin sangat takut karena dia merasa anjing tersebut galak. Jadi
semakin mendekati stimulus maka respon semakin besar.
3. Diskriminasi
Diskriminasi dalam
pengkondisian klasik terjadi ketika organisme merespons stimuli tertentu tetapi
tidak merespons stimuli lainnya. Pengembangan diskriminasi pada binatang bisa
diloakukan dengan dua cara, yakni latihan yang diperlama dan pembedaan dalam
pemberian reinforcement. Latian yang
diperlama dilakukan dengan sering-sering memasangkan CS dengan US. Semakin
sering dan semakin lama latian berlangsung, maka kecenderungan melakukan respon
pada stimulus yang mirip-mirip dengan stimulus yang sebenarnya CS akan semakin
menurun. Disini nampaknya muncul kepekaan dari binatang yang dipakai sebagai
eksperimen. Ia lantas bisa membedakan mana rangsangan yang sebenarnya dan yang
mirip saja.
Sebagai contoh Anak kecil
yang takut pada anjing galak, maka akan memberi respon rasa takut pada setiap
anjing, tapi ketika anjing galak terikat dan terkurung dalam kandang maka rasa
takut anak itu menjadi berkurang.
B. Implemantasi Penelitian Pavlov pada Pembelajaran
Setelah banyak orang mengakui teori
Paplov bermanfaat di dunia psikologi, banyak ahli pendidikan baru mulai
memanfaatkan teorinya untuk mengembangkan atau memberikan kontribusi pada
psikologi pendidikan pada umumnya dan teori belajar pada khususnya. Menurut
teori conditioning belajar adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena
adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi (respon).
Untuk menjadikan seseorang itu belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat
tertentu, yang terpenting dalam belajar menurut teori classical conditioning ialah
adanya latihan-latihan yang continue.
Pada teori ini yang diutamakan ialah belajar yang
terjadi secara otomatis. Segala tingkah laku manusia tidak lain adalah hasil
daripada latihan-latihan atau kebiasaan kebiasaan mereaksi terhadap
syarat-syarat tertentu yang dialamin dalam kehidupan.
Latihan
menyebabkan perubahan tingkah laku, terutama perubahan neuron atau sel-sel
syaraf, demikian pula dalam hal belajar, manusia tidak hanya mengenal latihan,
tetapi juga belajar. Konsep simbol dalam belajar pada diri manusia menyebabkan
perbedaan antara manusia dengan hewan. Manusia memiliki pikiran dan perasaan,
bukan hanya insting seperti yang dimiliki binatang. Dari eksperimen yang
dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya:
1.
Law of Respondent Conditioning yakni hukum
pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan
(yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus
lainnya akan meningkat.
2.
Law of Respondent Extinction yakni hukum
pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent
conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka
kekuatannya akan menurun (Oktaviani Pratama, 2018).
Hal-hal yang harus diperhatikan
dalam menerapkan teori belajar menurut Pavlov yaitu:
1.
Belajar adalah pembentukan kebiasaan dengan cara
menghubungkan / mempertautkan antara perangsang (stimulus) yang lebih kuat
dengan perangsang yang lebih lemah.
2.
Proses belajar terjadi jika ada interaksi antara
organisme dengan lingkungan
3.
Belajar adalah suatu proses perubahan yang terjadi
karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan respons
4.
Belajar erat hubungannya dengan prinsip penguatan
kembali atau dengan perkataan lain dan ulangan dalam hal belajar adalah penting
5.
Setiap perangsang akan menimbulkan aktivitas otak US
dan CS akan menimbulkan aktivitas otak. Aktivitas yang ditimbulkan US lebih
dominan daripada yang ditimbulkan CS. Oleh karena itu US dan CS harus di pasang
bersama-sama, yang lama kelamaan akan terjadi hubungan
Sebagai konsekuensi teori ini, para
guru yang menggunakan paradigma Pavlov akan menyusun bahan pelajaran dalam
bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa
disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi
instruksi singkat yng diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun
melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana
sampai pada yang kompleks.
Metode Pavlov ini sangat cocok untuk perolehan
kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur
seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya,
contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer,
berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk
melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka
mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk
penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
C. Kekurangan Teori Pavlov
Sebaik-baiknya suatu eksperimen penelitian
dalam menemukan suatu ilmu yang baru tentunya memiliki kekurangan. Berikut
beberapa kekurangan dari penelitian yang dilakukan pavlov.
Menurut (Anwar: 2018) teori belajar
Pavlov yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga mengakibatkan
terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu
guru sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru
melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif,
perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan
guru. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan
apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.
Apabila kondsisi ini dilakukan secara terus menerus, maka
ditakutkan murid akan mamilki rasa ketergantungan atas stimulus yang berasal
dari luar dirinya. Padahal seharusnya peserta didik didik atau anak harus
memilki stimulus dari dalam dirinya sendiri (self
motivation) dalam melakukan kegiatan belajar dan pemahaman yang diberikan
oleh guru.
Teori conditioning memang tepat
kalau kita hubungkan dengan kehidupan binatang. dalam teori ini, proses belajar
manusia dianalogikan dengan perilaku hewan sulit diterima, mengingat perbedaan
karakter fisik dan psikis yang berbeda antar keduanya. Karena manusia memiliki
kemampuan yang lebih untuk mendapatkan informasi. Oleh karena itu, teori ini
hanya dapat diterima dalam hal-hal belajar tertentu saja; umpamanya dalam
belajar yang mengenai skill (keterampilan) tertentu dan mengenai
pembiasaan pada anak-anak kecil.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Pavlov mengadakan percobaan terkait dengan calassical
conditioning melalui suatu percobaan dengan cara mengadakan operasi pipi pada seekor anjing , dimana
pada penelitianya intensitas air liur dijadikan sebagai tolok ukur mengenai
besar dan kecilnya respon yang di dapatkan. Pada penelitian pavlov terdapat
empat unsur yang saling berpengaruh
yaitu:Unconditioned Stimulus (US), unconditioned
response (UR), conditioned Stimulus (CS),
dan Conditioned Respon (CR). Pada
penelitianya pavlov menunjukkan bahwa kontinguitas latihan ataupun pemberian
stimulus secara berkesinambungan dapat merubah perilaku dari obyek penelitian
tersebut (anjing).
Implementasi metode Pavlov dalam
pembelajaran sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktek
dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan, spontanitas,
kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa
asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan
sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih
membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan,
suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi
permen atau pujian.
Kekurangan dalam metode Pavlov dalam
suatu situasi pembelajaran mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang
sangat tidak menyenangkan yaitu guru sebagai sentral, guru bersikap otoriter,
komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus
dipelajari murid. Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat
dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar.
2018. Makalah. Diunduh di http://anwar-math.blogspot.com/2014/10/
pada
hari Minggu, 7 Oktober 2018
B.R.
Herghenhahn dan Matthew H. Olson .2008. Theories
of Learning.
Jakarta:
Kencana Prenada Media Group
John W.Santrock. 2008. Psikologi
Pendidikan. Jakarta: Kencana
Heri Rahyubi.
2012. Teori Teori Belajar dan Aplikasi
Pembelajaran Motorik.
Majalengka:
Referens
Oktaviani
Pratama. 2018. Makalah. Diunduh dari https://oktavianipratama.
Sobur Alex.
2003. Psikologi Umum. Bandung : CV Pustaka Setia
Sugihartono,
dkk. 2013. Psikologi Pendidikan.
Yogyakarta: UNY Press
Sri
Esti Wuryani Djiwandono. 2006. Psikologi
Pendidikan. Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana
Indonesia
No comments:
Post a Comment